Di dunia ini baru Belanda dan Belgia yang secara resmi membolehkan praktik eutanasia. Itupun dengan syarat yang ketat.
Hanya bisa dilakukan terhadap penderita penyakit yang secara medis sudah tidak mungkin disembuhkan. Di Belanda, pengadilanlah yang memutuskan apakah alasan yang dilakukan untuk melakukan eutanasia bisa diterima atau tidak.
Di Indonesia pada pertengahan September 2004, kata eutanasia mencuat ke permukaan publik, dan kontraversi pun merebak.
Eutanasia atau euthanasa berasal dari kata eu berarti baik dan thanatos berarti mati atau mayat. Dalam kajian medis eutanasia merupakan tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan pasien yang tengah sakit berat dengan kematian yang mudah dan tenang atas dasar perikemanuiaan. Orang awan lebih mengenalnya dengan istilah suntik mati, karena proses eutanasia seringkali dilakukan dengan cara menyuntikkan tubuh sisakit dengan suatu zat yang bisa mengakibatkan kematian, meskipun eutanasia bisa berarti hanya mencabut peralatan medis yang menjadi gantungan hidup penderita.
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Atha, dari Abu Hurairah bahwa ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Setiapkali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Ziyad bin Ilaqah, dari Usamah bin Syuraik diriwayatkan bahwa ia menceritakan:”Suatu saat aku sedang berada bersama Nabi SAW, tiba-tiba datanglah beberapa lelaki badui. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apakah kami boleh berobat?” Beliau menjawab: “Betul hai para hamba Allah sekalian, silahkan kalian berobat! Karena setiap Allah menciptakan penyakit, pasti Allah juga menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit saja.” Mereka bertanya: “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Penyakit Tua.” Dalam lafazh lain disebut-kan: “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, Allah pasti menurunkan penyembuhnya. Hanya ada orang yang mengeta-huinya dan ada yang tidak mengetahuinya.”
Kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan oleh Rasulullah dengan proses ‘kesesuaian’ obat dengan penyakit yang diobati. Jadi yang diakui bukan hanya eksistensi obat untuk setiap penyakit, karena kalau obat itu diberikan dengan cara yang salah atau dengan dosis yang berlebihan, justru bisa menyebabkan munculnya penyakit lain. Kalau dosis-nya kurang juga tidak bisa mengobati. Waktu yang tidak tepat, juga bisa menyebabkan obat tersebut tidak berfungsi. Apabila tubuh juga tidak mampu menerima obat tersebut, atau staminanya kurang mendukung dalam mengkonsumsi obat itu, atau ada pantangan yang dikonsumsi sehingga menghilangkan fungsi obat tersebut, kesembuhan juga tidak bisa dicapai, karena tidak ada ‘kesesuaian’. Kalau benar-benar ada ‘kesesuaian’, penyakit pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘azza wa jalla.
Ungkapan Nabi Muhammad SAW: “Setiap penyakit pasti ada obatnya,” memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar